Senin, 05 Desember 2011

Mengenal Sejarah Prangko


  Sejak adanya pelayanan pos di dunia, masalah sudah muncul yakni siapa yang mesti membayar biaya pengiriman surat, pengirim atau penerima? Meskipun metode seringkali berbeda antara satu Negara dengan Negara lain, tapi saat itu kebanyakan si penerima surat umumnya yang harus membayar biaya pengiriman. Namun, apa yang terjadi kalau si penerima malahan menolak kiriman surat itu dan sekaligus tidak mau membayar biaya kirimnya?


    Itulah sebabnya banyak upaya uji coba dilakukan untuk mencari solusi yang bisa menjamin bahwa organisasi pos dapat menerima masukan yang memang seharusnya diterima. Di Prancis, seorang bangsawan (Monsieur de Velayer) memiliki ide untuk menciptakan kantor pos kecil. Pada tahun 1653 dia menawarkan kepada nasabahnya secarik kertas kecil yang menyebutkan tanda terima pembayaran biaya transportasi. Carik kertas ini ditempelkan pada kotak pos yang kosong pada jam-jam tertentu. Dengan modal tanda bayar tersebut, sebuah pesan bisa disampaikan kepada penerima tanpa masalah.
     Lalu tahun 1814 pihak pos Sardinia mengambil alih pula ide M. de Velayer. Pihak pos ini lalu meluncurkan kembali kertas serupa prangko. Namun, hanya dipakai untuk jangka waktu singkat saja.
     Semua uji coba metode pos itu terus dilakukan sampai akhirnya tanggal 6 Mei dengan 1840, sebuah bukti pembayaran di muka dengan menggunakan perekat (gom/lem) dilakukan. Bukti tersebut yang kini dikenal dengan nama prangko, dilekatkan pada sampul muka surat sebagai bukti resmi pada sampul muka surat sebagai  bukti resmi pertama kali diakui umum, bahwa si pengirim telah melunasi biaya kirimnya. Menurut situs smartschool, prangko berpekat pertama itu muncul pada saat kantor pos Inggris berinsiatif untuk menjual prangko-prangko pertama yang dicetaknya dan kini dikenal dengan nama The Black Penny atau si Penny Hitam. Demikian pula jenis kedua, si Penny Biru (Blue Penny) bernilai dua penny dengan gambar Ratu Victoria. Demikian pula dua jenis amplop berprangko yang ikut hadir pertama kali dengan gambar bertema Ratu Victoria.
     Setelah diperkenalkan si Penny Hitam, tentu saja pada awalnya masyarakat masih merasa sangat berat untuk mengadopsi sistem baru tersebut harus membeli amplop dan prangko terlebih dahulu. Lalu amplop bergambar karikatur pun muncul. Saat itu tampak butuh berbulan-bulan untuk bisa menyatukan pendapat masyarakat mengenai prosedur baru pengiriman surat. Namun, pada akhirnya berhasil juga dan berjalan dengan baik antara Mei 1840 sampai dengan Januari 1841. Terbukti sekitar 72 juta prangko Black Penny akhirnya diterbitkan.
     Metode itu pun akhirnya cepat sekali diadopsi oleh Negara lain dan kedudukan prangko pun semakin kuat teguh berdiri sampai kini sebagai bukti pembayaran biaya pengiriman surat. Penampilan prangko yang dicetak di atas amplop, kartu pos, lembar berharga dan berbagai formulir, juga berkembang baik menjadi satu kebutuhan yang tak dapat dilepaskan lagi saat ini dalam keperluan hidup sehari-hari.
     Sebab, gambarnya unik dan menarik, banyak orang yang mengoleksi jenis prangko ini yang disebut dengan filateli. Bahkan, prangko-prangko kuno banyak diburu kolektor karena bernilai sejarah dan tentu saja harganya pun jadi mahal.
     Jadi, teman-teman tak ada salahnya yuk kita ikut mengoleksi prangko baik dalam negeri maupun luar negeri.